COMBUSTIO
A. Konsep Dasar
Menurut Billings and Stokes (1999) dalam
bukunya Medical Surgical Nursing,
menyatakan bahwa : “Burns are injuries
caused by thermal (liquid or flame), chemical, or electrical agents”.
Menurut terjemahan penulis berdasarkan kutipan diatas yaitu: Luka bakar adalah
luka pada jaringan yang disebabkan oleh panas, (cairan atau api), kimia, atau
radiasi energi listrik dan pergesekan.
Pengertian luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air
panas, listrik, bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu
rendah (frost-bite). Luka bakar ini
dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem
fungsi maupun estetik ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 ).
Luka bakar dapat
dialami oleh siapa saja dan dimana saja yang
disebabkan oleh banyak faktor, yang dapat mengakibatkan kerusakan kulit
dan gangguan berbagai sistem tubuh. Luka bakar juga dapat menjadi
penyebab utama kematian atau disfungsi berat jangka panjang. Untuk itu perlu
perawatan khusus karena luka bakar merupakan media yang dapat ditempati oleh
kuman dengan patogenitas tinggi, terdapat banyak jaringan yang mati,
mengeluarkan banyak air, serum dan darah, dan jika luka bakar terbuka untuk
waktu yang lama akan mudah terinfeksi atau mudah terkena trauma.
Di Indonesia luka bakar merupakan masalah yang berat karena
perawatan dan rehabilitasinya sukar, perlu ketekunan, tenaga terlatih dan
terampil serta biaya yang mahal. Luka bakar juga memerlukan penanganan yang
serius secara tim yang meliputi dokter, perawat, fisioterapis, ahli gizi,
psikiater, dan pekerja sosial.
2. Anatomi Fisiologi
Anatomi
kulit yang utama adalah tersusun dari tiga lapisan; yaitu epidermis, dermis dan
jaringan subkutan ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
a. Lapisan
Epidermis
Tersusun
dari keratinosit, yang tersusun atas beberapa lapisan, yaitu
1). Lapisan Corneum atau lapisan tanduk
Terdiri dari
atas sel-sel tipis melekat satu dengan yang lain. Merupakan barrier tubuh
paling luar dan memiliki kemampuan mengusir organisme patogen dan mencegah
kehilangan cairan.
2). Lapisan Lucidum
Terdiri dari
2-3 lapisan sel gepeng tanpa inti.
3). Lapisan Granulosum
Terdiri dari
2-3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma berbatas kasar dan inti terdapat
diantaranya, butir-butir kasar ini terdiri dari keratohyalin.
4). Lapisan Spinosum
Terdiri atas
beberapa lapisan sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena
adanya amitosis.
5). Stratum Basale
Terdiri dari
atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan
dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
b. Lapisan
Dermis
Lapisan
dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1). Lapisan papilaris tersusun dari sel
fibroblast yang menghasilkan bentuk kolagen merupakan komponen utama jaringan
ikat.
2). Lapisan retikularis terdiri atas serabut-serabut
penunjang seperti serabut kolagen dan berkas serabut elastik.
Dermis juga
tersusun oleh pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat
serta sebasea dan akar rambut.
c.
Jaringan Subkutan
Jaringan
subkutan berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit
dan struktur internal. Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorsi, eksresi,
persepsi, pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan
keratinisasi. Fungsi proteksi, kulit
melindungi tubuh dari segala pengaruh luar, misalnya terhadap bahan-bahan
kimia, mekanis, bakteriologis dan lingkungan sekitarnya. Fungsi absorbsi, penyerapan dapat berlangsung melalui cerah antar
sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar. Fungsi eksresi, kelenjar-kelenjar kulit
mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh
berupa NaCl, urea, asam urat. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di
dermis dan subkutis. Untuk merasakan rasa nyeri gatal, panas, dingin, rabaan
dan tekanan. Pengaturan suhu tubuh,
kulit melakukan fungsi ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan
pembuluh darah kulit. Pembentukan pigmen,
sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basale epidermis. Pembentukan vitamin D, dengan bantuan
sinar matahari, pro vitamin D diubah menjadi vitamin D. Fungsi keratinisasi, keratinosit dimulai dari sel basale mengadakan
pembelahan, sel basale yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya
menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel menjadi gepeng dan bergranulosum. Makin lama ini menghilang dan keratinosit
ini menjadi sel tanduk yang amorf.
Luka bakar
disebabkan oleh kontak langsung antara anggota tubuh dengan faktor penyebab
luka bakar seperti api, listrik, bahan kimia ataupun radiasi ( Effendi. C, 1999
).
Setelah
mengalami luka bakar maka seorang penderita akan berada dalam tiga tingkatan
fase, yaitu :
a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase
syok. Secara umum pada fase ini,
seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life
thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan jalan
nafas (airway), mekanisme bernafas (breathing), dan sirkulasi (circulation).
Gangguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Masalah
sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara
pasokan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang
bersifat hipodinamik dapat berlanjut
dengan keadaan hiperdinamik yang
masih ditingkahi dengan masalah instabilitas sirkulasi.
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang
terjadi menyebabkan proses inflamasi dan infeksi; masalah penutupan luka dengan titik perhatian pada
luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ
– organ fungsional, keadaan
hipermetabolisme.
c. Fase lanjut
Fase lanjut
akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan
fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas
dan kontraktur.
Cedera termis menyebabkan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan
asidosis, nekrosis tubular akut dan disfungsi serebral. Kondisi ini dapat
dijumpai pada fase awal/ akut/ syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam
pertama. Kehilangan kulit sebagai sawar tubuh membuat luka mudah terinfeksi
selain itu kehilangan kulit yang luas menyebabkan penguapan cairan tubuh yang
berlebihan disertai dengan pengeluaran protein dan energi sehingga terjadi
gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada
melepas toksin (burn toxin, suatu
lipid protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang
menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ seperti paru dan hepar yang
berakhir dengan kematian. Reaksi
inflamasi yang berkepanjangan menyebabkan kerapuhan jaringan dan struktur fungsional.
Kondisi ini menyebabkan parut yang tidak beraturan, kontraktur dan deformitas
sendi. ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 ).
a. Derajat satu (superfisial)
Penyebab tersengat matahari
dan terkena api dengan intensitas yang rendah. Melibatkan hanya epidermis,
gejala yang dirasakan kesemutan, hiperestesia (supersensitivitas) dan nyeri mereda bila didinginkan. Luka tampak
merah muda terang sampai merah dengan edema minimal dan putih ketika ditekan. Kesembuhan
lengkap dalam waktu satu minggu disertai pengelupasan kulit.
b. Derajat dua (partial thickness)
Penyebab
tersiram air mendidih dan terbakar oleh nyala api. Melibatkan epidermis dan
bagian dermis, gejala nyeri, hiperestesia dan sensitif terhadap udara dingin.
Keadaan melepuh, dasar luka berbintik – bintik merah, epidermis retak,
permukaan basah dan edema. Kesembuhan dalam waktu 2 hingga 3 minggu disertai
pembentukan jaringan parut dan bila ada infeksi dapat berubah menjadi
derajat tiga.
c. Derajat tiga (full thickness)
Penyebab
terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu lama dan tersengat arus
listrik. Melibatkan semua lapisan kulit, gejala tidak terasa nyeri, syok,
(hematuria ada dalam urin) dan kemungkinana hemolisis (destruksi sel darah
merah), kemungkinan terdapat luka masuk atau keluar (pada luka bakar listrik).
Kesembuhan dengan pembentukan eskar, diperlukan pencangkokan, pembentukan parut
dan hilangnya kontour serta fungsi kulit. Pada fase yang lebih berat dapat
terjadi amputasi pada daerah jari atau ekstremitas.
Perhitungan luas luka bakar berdasarkan rule of nine (Keperawatan Klinis, 2003
).
a.
Kepala
dan leher :
9%
b. Ekstremitas atas (2 x 9%) : 18% (kiri dan kanan)
c. Dada, perut, punggung dan bokong
(4 x 9%) :
36%
d. Paha dan betis – kaki(4 x 9%) : 36% (kiri dan kanan)
e. Genetalia/perineum : 1%
Total
keseluruhan :
100%
Rumus
tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif permukaan kepala jauh lebih besar dan relatif permukaan
kaki lebih kecil digunakan rumus 10 untuk bayi dan rumus 10 – 15 – 20 dari lund
dan browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus – rumus
tersebut diatas adalah luas telapak tangan dianggap 1%. ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 )
Untuk
mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor ( Engram B,
1999 ).
a. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada
permukaan tubuh.
b. Kedalaman
luka bakar.
c. Anatomi
lokasi luka bakar.
d. Umur
klien.
e. Riwayat
pengobatan yang lalu.
f. Trauma yang menyertai atau bersamaan.
8. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
Beberapa indikasi klien dengan luka bakar yang harus
menjalani rawat inap ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 )
a.
Penderita
syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada anak atau > 15%
pada orang dewasa.
b. Terancam edema laring akibat terhirupnya
asap, udara hangat.
c. Letak luka memungkinkan penderita terancam
cacat berat, seperti pada wajah, mata, tangan, kaki dan perineum.
a.
LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b. Elektrolit serum mendeteksi
ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa
kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium
dapat menyebabkan henti jantung.
c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X
dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada
cedera inhalasi asap.
d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan
hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar.
f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera
inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor
pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
h. Kadar karbon monoksida serum meningkat
pada cedera inhalasi asap.
B. Asuhan Keperawatan
Dalam proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam melaksanakan proses keperawatan tersebut seorang perawat harus harus mempunyai keterampilan khusus agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas, yaitu keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah
pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya, sehingga
dapat diketahui kebutuhan perawatan klien tersebut. Data dasar pengkajian klien
dengan luka bakar (Doengoes, 2000) yang perlu dikaji :
a. Aktifitas/istirahat :
Tanda :
Penurunan
kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan
massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi :
Tanda
(dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT) :
Hipotensi
(syok); takikardia (syok/ansietas/nyeri); pembentukan oedema jaringan (semua
luka bakar).
c. Integritas ego:
Gejala:
Masalah
tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda :
Ansietas,
menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi :
Tanda :
Haluaran urine menurun/tak ada
selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya
pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan/cairan :
Tanda :
Oedema
jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f.
Neurosensori:
Gejala:
Area batas; kesemutan.
Tanda:
Perubahan orientasi; afek,
perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas.
g. Nyeri/kenyamanan :
Gejala :
Berbagai
nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara ekstern sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga
tidak nyeri.
h. Pernafasan :
Gejala :
Terkurung
dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda :
Serak;
batuk mengi; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral
dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya
luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengi (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i.
Keamanan:
Tanda:
Kulit umum :
Destruksi
jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses
trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok.
Cedera Api :
Terdapat area cedera campuran
dalam sehubungan dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan
terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut kering, merah; lepuh pada
faring posterior; edema lingkar mulut dan / atau lingkar nasal.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dibuat
setelah dilakukan analisa dari data – data yang terkumpul. Diagnosa keperawatan
yang mungkin timbul pada klien luka bakar (Doenges, 2000) adalah sebagai
berikut :
a.
Risiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan:
1) Obtruksi trakeabronkial: edema mukosa dan
hilangnya kerja silia
(inhalasi asap). Luka bakar daerah leher, kompresi jalan napas torak dan dada
atau keterbatasan pengembangan dada.
2) Trauma: cedera jalan napas atas langsung oleh
api, pemanasan, udara panas dan kimia/gas.
3) Perpindahan cairan, edema paru, penurunan
komplains paru.
b.
Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
1) Kehilangan cairan melalui rute abnormal.
2) Peningkatan kebutuhan: status hypermetabolik,
ketidakcukupan pemasukan.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan
1) Pertahanan primer tidak adekuat: kerusakan
perlindungan kulit, jaringan traumatik.
2) Pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb,
penekanan respons inflamasi.
d. Nyeri berhubung dengan
1) Kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema.
2) Manifulasi jaringan cedera contoh debridemen
luka.
e.
Resiko tinggi terhadap perubahan
atau disfungsi perpusi jaringan, neurovaskular perifer berhubungan dengan
1) Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena,
contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
2)
Hipovolemia
f.
Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh Status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari
proporsi normal pada cedera berat) berhubungan dengan:
1)
Katabolisme protein.
g. Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan
1) Gangguan neuromuskular, nyeri/tidak nyaman,
penurunan kekuatan dan tahanan.
2)
Terapi
pembatasan, imobilisasi tungkai dan kontraktur.
h. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan
1) Trauma: kerusakan permukaan kulit karena
destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
i.
Ketakutan /ansietas berhubungan dengan
1) Krisis situasi: perawatan dirumah sakit/prosedur
isolasi, transmisi interpersonal dan kontagion, mengingat pengalaman trauma,
ancaman kematian dan atau kecacatan.
j.
Gangguan citra tubuh (penampilan
peran) berhubungan dengan
1) krisis situasi: kejadian traumatik peran klien
tergantung, kecacatan dan nyeri.
k.
Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
1)
Kurang terpajan/mengingat
2)
Salah interpretasi informasi
3)
Tidak mengenal sumber informasi.
3. Perencanaan
Adapun perencanaan klien dengan luka bakar berdasarkan diagnosa
keperawatan yang muncul ( Doenges, 2000) adalah:
a. Resiko tinggi bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan:
1) Obstruksi trakeabronkial: edema mukosa dan
hilangnya kerja silia (inhalasi asap). Luka bakar daerah leher, kompresi jalan
napas torak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.
2) Trauma: cedera jalan napas atas langsung oleh
api, pemanasan, udara panas dan kimia/gas.
3) Perpindahan cairan, edema paru, penurunan
komplains paru.
Hasil
yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Menunjukkan bunyi napas yang
jelas, frekuensi napas dalam rentang normal, bebas dispnea/sianosis.
Rencana
tindakan:
1)
Kaji reflek menelan, serak dan batuk mengi.
2)
Awasi frekuensi, irama, sianosis dan sputum merah
muda.
3)
Dorong batuk/latihan napas dalam.
4)
Berikan 02 dengan tepat.
5)
Awasi 24 jam keseimbagan cairan.
b. Resiko tinggi kekurangan volume
cairan berhubungan dengan :
1) Kehilangan cairan melalui rute abnormal.
2)
Peningkatan
kebutuhan: status hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan, kehilangan
perdarahan.
Hasil
yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Menunjukan perbaikan
keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda vital
stabil, membran mukosa lembab.
Rencana
tindakan:
1) Awasi tanda – tanda vital.
2) Awasi haluaran urine dan berat jenis
3) Perkirakan drainase.luka dan kehilangan yang tak
tampak.
4)
Pertahankan
pencatatan kumulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan
5) Timbang berat badan tiap hari.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan :
1) Pertahanan primer tidak adekuat: kerusakan
perlindungan kulit, jaringan traumatik.
2) Pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb,
penekanan respons inflamasi.
Hasil
yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Mencapai penyembuhan tepat
waktu bebas eksudat purulen dan tidak demam.
Rencana
tindakan:
1)
Implementasikan teknik isolasi yang tepat sesuai
indikasi.
2)
Tekankan teknik cuci tangan yang baik bagi semua yang
kontak dengan pasien.
3)
Gunakan teknik aseptik yang ketat dalam perawatan luka.
4)
Cukur/ikat rambut disekitar area yang terbakar.
5)
Ganti balutan dan bersihkan area terbakar.
6)
Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas .
7)
Periksa luka tiap hari, perhatikan perubahan
penampilan, bau atau kuantitas drainase.
8)
Awasi peningkatan tanda vital.
9)
Kolaborasi dalam pemberian obat baik yang topikal
maupun
sistemik.
d.
Nyeri berhubungan dengan :
1)
Kerusakan kulit / jaringan, pembentukan edema
2)
Manipulasi jaringan cedera contoh debridement luka
Hasil yang diharapkan /
kriteria evaluasi :
Melaporkan
nyeri berkurang / terkontrol, menunjukan ekspresi wajah / postur tubuh rileks,
berpartisipasi dalam aktifitas dan tidur / istirahat denga tepat.
Rencana tindakan :
1)
Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan
aktif sesuai indikasi
2)
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi / karakter dan
intensitas (skala 0 – 10).
3)
Kaji tanda – tanda vital.
4)
Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh nafas
dalam.
5)
Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
6)
Kolaborasi dengan tim medis.
e.
Resiko tinggi terhadap perubahan atau disfungsi
perfusi jaringan, neurovaskuler perifer berhubungan dengan :
1)
Penurunan / interupsi aliran darah arterial / vena,
contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema
2)
Hipovolemia
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas / kekuatan sama,
pengisian kapiler baik dan warna kulit normal pada area yang cidera.
Rencana tindakan :
1)
Kaji warna,sensasi, gerakan, nadi perifer dan
pengisian kapiler pada ekstremitas luka bakar.
2)
Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat.
3)
Ukur tekanan darah pada ektremitas yang mengalami luka
bakar.
4)
Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh
yang sakit.
5)
Selidiki nadi secara teratur.
f.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan:
1)
Katabolisme protein.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Menunjukan pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
dibuktikan oleh berat badan stabil / massa otot terukur, keseimbangan nitrogen
positif, dan regenerasi jaringan.
Rencana tindakan :
1)
Auskultasi bising usus
2)
Pertahankan jumlah kalori ketat, timbang tiap hari
3)
Berikan makan dan makanan kecil sedikit dan sering
4)
Dorong klien untuk duduk saat makan dan dikunjungi
orang lain.
5)
Berikan kebersihan oral sebelum makan.
g.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan :
1)
Gangguan neuromuskuler, nyeri / tidak nyaman,
penurunan kekuatan dan tahanan.
2)
Terapi pembatasan, imobilisasi tungkai dan kontraktur.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Klien menyatakan dan menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktifitas,
mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur,
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau
kompensasi bagian tubuh, menunjukan teknik / perilaku yang memampukan melakukan
aktifitas.
Rencana tindakan :
1)
Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten,
diawali dengan pasif kemudian aktif.
2)
Beri obat sebelum aktifitas / latihan.
3)
Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk
memberikan periode istirahat tak terganggu.
4)
Instruksikan dan bantu dalam mobilitas, contoh
tongkat, walker secara tepat.
5)
Dorong dukungan dan bantuan keluarga / orang terdekat
pada latihan rentang gerak.
6)
Dorong partisipasi klien dalam semua aktifitas sesuai
kemampuan individual.
h.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan :
1)
Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi
lapisan kulit.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Menunjukan regenerasi jaringan, mencapai penyembuhan tepat waktu pada area
luka bakar.
Rencana tindakan :
1)
Kaji / catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan
jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
2)
Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan
kontrol infeksi.
3)
Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi
area bila diindikasikan.
4)
Pertahankan balutan diatas area graft baru dan atau
sisi donor sesuai indikasi
5)
Evaluasi warna sisi graft dan donor, perhatikan adanya
/ tak adanya penyembuhan.
i.
Ketakutan / ansietas berhubungan dengan :
1)
Krisis situasi : perawatan dirumah sakit / prosedur
isolasi, transmisi interpersonal dan kontagion, mengingat pengalaman trauma,
ancaman kematian dan atau kecacatan.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Klien menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara sehat,
kilen mengatakan ansietas / kecemasan menurun sampai tingkat dapat ditangani,
menunjukan keterampilan pemecahan masalah, penggunaan sumber yang efektif.
Rencana tindakan :
1)
Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang
prosedur perawatan
2)
Tunjukan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada
pasien bila prosedur bebas dari nyeri
3)
Libatkan pasien / orang terdekat dalam proses
pengambilan keputusan kapanpun
4)
Berikan orientasi konstan dan konsisten.
5)
Identifikasi metode koping / penanganan situasi stres
sebelumnya.
j.
Gangguan citra tubuh ( penampilan peran ) berhubungan
dengan :
1)
Krisis situasi : kejadian traumatik peran klien
tergantung, kecacatan dan nyeri.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Klien menyatakan penerimaan situasi diri, bicara dengan keluarga / orang
terdekat tentang situasi, perubahan yang terjadi, membuat tujuan realitas /
rencana untuk masa depan, memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga
diri negatif.
Rencana tindakan :
1)
Kaji makna kehilangan / perubahan pada klien / orang
terdekat
2)
Terima dan akui ekspresi frustasi.
3)
Susun pembatasan perilaku maladaptif.
4)
Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada
penyuluhan kesehatan, dan menyusun tujuan dalam keterbatasan.
5)
Dorong interaksi keluarga dan tim rehabilitasi.
k.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan :
1)
Kurang terpajan / mengingat.
2)
Salah interpretasi informasi.
3)
Tidak mengenal sumber informasi.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
Klien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan, melakukan
dengan benar tindakan tertentu dan menjelaskan alasan tindakan, melakukan
perubahan pola hidup tertentu dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Rencana tindakan :
1)
Kaji ulang prognosis dan harapan yang akan datang
2)
Diskusikan harapan pasien untuk kembali kerumah,
bekerja dan aktifitas normal.
3)
Kaji ulang perawatan luka bakar, graft kulit dan luka.
4)
Diskusikan perawatan kulit, contoh penggunaan
pelembab.
5)
Jelaskan proses jaringan parut dan perlunya untuk
menggunakan pakaian penekan yang tepat bila menggunakannya.
6)
Identifikasi keterbatasan spesifik aktifitas sesuai
individu.
7)
Tekankan perlunya / pentingnya mengevaluasi
perawatan/rehabilitasi.
4. Implementasi
Merupakan
pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus
diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan
interpersonal, intelektual, dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik, dan psikologi
dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. (Engram
B, 1999).
Pelaksanaan adalah
implementasi atau penerapan tindakan-tindakan keperawatan yang telah
direncanakan. Pada tahap ini ada beberapa yang perlu dikerjakan, antara lain :
a. Melaksanakan/menerapkan tindakan-tindakan
keperawatan yang ada dalam rencana.
b.
Mengisi format asuhan keperawatan.
Adapun prioritas keperawatan dalam tahap pelaksanaan
tindakan keperawatan untuk klien luka bakar (Keperawatan Klinis, 2003) adalah :
1) Mempertahankan potensi jalan napas/fungsi
pernapasan.
2)
Memperbaiki stabilitas hemodinamik/volume sirkulasi
3)
Menghilangkan nyeri.
4)
Mencegah komplikasi.
5) Memberikan dukungan emosi pada
pasien/orang terdekat.
6)
Memberikan informasi tentang kondisi, prognosis dan
pengobatan.
5. Evaluasi
Merupakan hasil perbandingan yang sistematis dan direncanakan antara status
kesehatan klien dengan hasil yang diharapkan. Evaluasi hasil yang di harapkan
pada klien dengan luka bakar berdasarkan diagnosa keperawatan (Brunner &
Suddarth, 2002).
a.
Memelihara pertukaran gas dan bersihan jalan napas
1)
Memeperlihatkan paru-paru yang terdengar bersih pada
auskultasi.
2)
Tidak memperlihatkan dispnea atau cyanosis dan dapat
bernafas dengan baik ketika berdiri, duduk serta berbaring.
3)
Memperlihatkan frekuensi respirasi antara 12 – 20
x/menit.
4)
Memiliki sekret respirasi yang minimal, tidak berwarna
dan encer.
5)
Memiliki irama jantung yang stabil.
b.
Mendapatkan kembali keseimbangan cairan yang optimal
1)
mempertahankan asupan serta keluaran cairan dan berat
badan yang mempunyai korelasi dengan pola yang diharapkan.
2)
Memperlihatkan tanda-tanda vital, CVP, tekanan arteri
pulmonalis dan tekanan baji (wedge
presure) yang tetap berada dalam batas-batas yang direncanakan.
3)
Memiliki frekuensi denyut jantung yang kurang dari 110
/menit dengan irama sinus yang normal.
c.
Tidak mengalami infeksi lokal maupun sistemik
1)
Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur dengan jumlah
bakteri yang minimal
2)
Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur sputum dan
urin yang normal.
d. Mengalami
nyeri yang minimal.
1)
Memerlukan preparat analgetik hanya untuk aktifitas
fisioterapi atau perawatan luka yang spesifik.
2)
Melaporkan nyeri yang minimal.
3)
Tidak memperlihatkan tanda-tanda fisiologik atau non
verbal yang menunjukan terdapatnya nyeri.
4)
Menggunakan tindakan untuk mengendalikan nyeri seperti
teknik relaksasi.
5)
Dapat tidur tanpa terganggu oleh rasa nyeri.
e.
e. Mempertahankan
nadi perifer teraba dengan kualitas / kekuatan sama.
1)
Meningkatkan sirkulasi sistemik / aliran balik vena.
2)
Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik.
3)
Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan.
f.
Memperlihatkan status nutrisi yang anabolik.
1)
Tidak memperlihatkan tanda-tanda difisiensi protein,
vitamin dan mineral.
2)
Memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan lewat
asupan oral.
3)
Turut berpartisipasi dalam memilih makanan yang
mengandung nutrien yang dipreskripsikan.
4)
Memperlihatkan kadar protein serum yang normal.
g.
Memperlihatkan mobilitas fisik yang optimal.
1)
Memperbaiki kisaran gerak pada sendi setiap hari.
2)
Memperlihatkan kisaran gerak pra luka bakar pada semua
sendi.
3)
Tidak mengalami tanda-tanda kalsifikasi disekitar
sendi.
4)
Turut berpartisipasi dalam aktifitas hidup
sehari-hari.
h.
Memperlihatkan perbaikan intergritas kulit.
1)
Mempertahankan kulit yang secara umum tampak utuh dan
bebas dari infeksi, dekubitus serta cidera.
2)
Memperlihatkan daerah-daerah luka terbuka yang
berwarna merah muda, mengalami reepitelisasi dan bebas dari infeksi.
3)
Sudah memperlihatkan luka yang sembuh, teraba lunak
dan halus.
4)
Memperlihatkan kulit yang licin dan elastis.
i.
Mengaitkan dengan tepat dalam proses klien / keluarga.
1)
Klien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan
perasaan mereka yang berkenaan dengan perubahan dalam interaksi keluarga.
2)
Keluarga memberikan dukungan emosional kepada klien
selama perawatan dirumah sakit.
3)
Keluarga mengatakan bahwa kebutuhan mereka sendiri
terpenuhi.
j.
Menggunakan strategi koping untuk menghadapi masalah
pasca luka bakar.
1)
Dengan kata-kata mengutarakan reaksi terhadap luka
bakar, prosedur terapeutik, kehilangan.
2)
Mengidentifikasi strategi koping yang digunakan secara
efektif dalam menghadapi situasi stres yang pernah dialami sebelumnya.
3)
Dengan kata-kata mengutarakan pandangan yang realistik
terhadap masalah yang terjadi akibat luka bakar dan rencananya untuk masa
depan.
4)
Mengatasi kesedihan akibat kehilangan yang terjadi
akibat luka bakar.
k.
Klien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan
pemahaman mereka terhadap proses penanganan luka bakar.
1)
Menyatakan dasar pemikiran bagi berbagai aspek
penanganan.
2)
Menyatakan periode waktu yang realistik untuk
kesembuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar